Jumat, 09 Oktober 2015

Makalah Masalah-masalah Ekonomi Pertanian - UNWIM

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah selesai tepat pada waktunya, makalah ini mengambil judul tentang “  MASALAH-MASALAH PERTANIAN DI INDONESIA “.
Makalah ini berisikan berbagai informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan pertanian yang berada di wilayah indonesia.
            Saya menyadari bahwa makalah yang dibuat ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mohon kritik serta saran dari semua pihak yang bersifat membangun, serta menjadi pembelajaran baru bagi penulis sendiri demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
      Akhir kata, saya menyampaikan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
































BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan pangan.
Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam jenis-jenis tanman baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peniliti untuk mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan menemukan teknik penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju serta meggunakan teknologi pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan pembangunan pertanian ke arah yang lebih baik sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah masyrakat yang terus meningkat.
Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia sudah berjalan sejak masyarakat Indonesia mengenal cara bercocok tanam, namun perkembangan tersebut berjalan secara lambat. Pertanian awalnya hanya bersifat primitif dengan cara kerja yang lebih sederhana. Seiring berjalannya waktu, lama kelamaan pertanian berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani mengolah hasil pertanian dan mendapatkan hasil terbaik dan banyak.
Dengan demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke masa. Dalam proses pembangunan pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang pertanian dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memberi fasilitas maupun pegetahuan kepada para petani untuk memberi metode baru kepada para petani dan mengubah cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks sehingga mampu untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negri ini.
Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang pembangunan pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari tahu apa saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak Indonesi mulai meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai mencoba untuk bangkit membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.

2.Tujuan
Adapun tujuan penulis mengupas masalah tentang Pembangunan Pertanian di Indonesia adalah untuk melatih penulis dalam pembuatan makalah dan membuka wawasan penulis tentang pembangunan pertanian di Indonesia dan betapa pentingnya pembangunan pertanian yang akan memiliki dampak yang besar bagi kehidupan mayarakat dan pertumbuhan perekonomian Indonesia nantinya.
3.Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut:
Apa perbedaan pola pertanian di era orde baru dan reformasi?
Apa saja kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah era orde baru dan reformasi dalam pembangunan pertanian?
Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pertanian dari masa ke masa?


BAB II
ISI

1.Permasalahan Pertanian di Indonesia

A.Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde Baru dan Reformasi

Pertanian mulai timbul pada saat manusia mulai mengendalikan pertumbuhan tanaman dan hewan, dengan mengaturnya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan keuntungan.Pada awalnya pertanian masih bersifat primitif dengan hanya mengharapkan kondisi alam sebagai faktor pendukung.Namun seiring berkembangnya zaman, pertanian menjadi lebih berkembang ke arah modernisasi.
Pada pertnian yang berazaskan modern, manusia akan mempergunakan kecerdasan otaknya untuk meningkatkan penguasaannya akan semua faktor yang akan mendukung pertumbuhan dari tanaman dan hewan.
Semakin berjalannya waktu sistem pola pertanian dari masa ke masa pun akan terus berkembang menjadi lebih baik untuk menghasilkan hasil pertnian yang lebih baik pula. Seperti era orde bru dan reformasi. Tentunya pada perubahan era pemerintahan, sistem pola pertanian di Indoneia juga akan berubah.
Pada masa orde baru pembangunan pertanian diorientasikan kepada pemenuhan kebutuhan pangan dalam negri, dan sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis.
Pada masa orde baru untuk teknik pertanian biasa dilakukan di tanah datar sehingga teknik ini disebut bertegal ( cara bertani di tanah kering). Setelah itu di bersihkan dan kemudian di tanami oleh tanaman penghasi bahan pangan. Jika pada zaman dahulu pertanian hanya dilakukan secara sederhana hanya dengan mengharapkan dan berpangku tangan pada kondisi alam namun di era orde baru hal tersebut telah berkembang menjadi lebih kompleks dengan pengetahuan petani tentang masalah pemupukan yang akan mendukung hasil dari produksi pertanian tersebut yang akan meningkat.
Selain itu, juga diterapkan teknologi yang lebih modern untuk kemajuan pertanian seperti pemberantasan hama pembibitan maupun sistem irigasi yang mulai berkembang untuk mempermudah para petani mengairi sawahnya. Bahkan sawah juga selain dugunakan untuk menanam padi, juga dapat digunakan untuk menanam tanaman hortikultura.
Tidak hanya berhenti pada lahan datar yang digunakan untuk lahan pertanian, lahan gambut pun mulai digunakan menjadi lahan pertanian bagi para petani sebagai areal persawahan, selain itu juga dikembangkn sitem reboisasi dan terassering sebagi bagian dari teknologi modern pada masa orde baru.
Di era reformasi, dewasa ini tentunya sistem pola pembangunan pertanian di Indonesia semakin berkembang dibanding era orde baru. Para petani melanjutakan pembangunan era orde baru yang menggunakan pembasmi hama, teknik pembibitan yang lebih ditingkatkn sehinnga padi dapat menghasilkan panen yang lebih banyak dan lebih meningkat pada kualitas hasil produksi.
Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah menggunakan mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera ditanami kembali.
Dan semakin berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia, lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami pun mulai dibuka menjadi areal tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa negara, seperti halnya penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun berbukit.
pada dasarnya penggunaan pembasmi hama dan pembibitan untuk mencari bibit unggul serta lahan yang tidak biasa dibuka untuk lahan pertanian biasanya akan menimbulkan permasalahan yang akan menyulitkan bagi pertumbuhan tanaman tersebut.

B.Kebijakan-Kebijakan yang Sudah Dilakukan Oleh Pemerintah Era Orde Baru dan Reformasidalam Pembangunan Pertanian

1.Kebijakan Pertanian di Era Orde Baru
a.REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
REPELITA adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa Orde Barru untuk meningkatkan pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi lebih diutamakan pada pembangunan sektor pertanian.
REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor pertanian seperti sektor industri dan teknologi.
b.Revolusi Hijau
Revolisi Hijau merupakan upaya untuk meningkatkan produksi biji-bijian dari hasi penemuan ilmiahberupa benih unggul baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasi panen komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang.
Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian.Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkata produksi pertanian.
Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga berpengaruh pada masyarakat Indonesia.Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris.Oleh karena itu pembangunan pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:
1.Kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat
2.Tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah
3.Produksi pertanian belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.
c.Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi
Mengenai perkembangan luas lahan dan luas produksi padi yang dihasilkan, terlihat bahwa sejak masa Orde Baru memegang pemerintahan (1966) sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan maksimum dicapai pada tahun 1987.tendensi ini diikuti dengan melonjaknya jumlah produktifitas padi. Pada tahun 1987 produksi padi meningkat hingga 44 juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi yang dicapai ini diperoleh dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata 1,8. Mengenai kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha menjadi 4,5 ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di negara-negara berkembang dengan Jepang sebagai perbandingan, telah berada di fase keempat bersama-sama dengan Taiwan.Walaupun demikian masih lebih rendah Korea dan Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari Philipina, Laos, Myanmar maupun Vietnam.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa lahan irigasi memberikan peranan yang besar dalam mencapai swasembada pangan.Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari lahan beririgasi.Walaupun demikian, bila melihat perkembangn penduduk, untuk terus mempertahankan swasembada pangan masih perlu banyak inovasibaru.Perhitungan secara sederhana mengenai luas lahan beririgasi terus meningkat seirama dengan pertambahan penduduk.Padahal kalau melihat besarnya derajad irigasi seperti telah diuraikan di atas, peluang mengembangkan lahan irigasi secara horizontal, terutama di pulau-pulau yang termasuk dalam grup pertama, nampaknya semakin sempit.
Yang menjadi persoalannya adalah bagaimana menyeimbangkan antar penyediaan sumberdaya air dari alam dengan kebutuhan air khususnya untuk memproduksi bahan pangan yang semakin menigkat itu tetapi tanpa merusak kondisi hidrologinya sendiri.

d.BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian
Dalam rangka meningkatkan produk pertanian, pemerintah Orde Baru melaksanakn program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita berikutnya. Pada waktu itu dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang kemudian berubah menjadi Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS) dan Panca Usaha Pertanian. Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian padi, dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu Varietas Unggul Baru (VUB) atau High Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice Research Institute (IRRI).

2.Kebijakan Pertanian di Era Reformasi
a.SRI (System of Rice Intensification)
Perkembangan pdi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water” atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit, sampai saat ini masih mengalami kendala teknis dan non teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi pengairan ( yang identik dengan perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat dilaksanakan seluas-luasnya.
Berikut adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:
SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit, yaitu 5-10 kg per-hektar yang berbanding 40-60 kg padi per-hektar pada sistem konvensional.
Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan B/C rato (perbandingan nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvesional. Hal ini jelas akan meningkatkan pendaptan petani.
Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik, kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan pupuk organik.Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas. Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah asalnya.
Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi. Dengan demikian SRI sangat menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama ketahanan pangan (terutama beras).Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak yang belum mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau).
Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:
Metode penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani.Hal ini terutama dialami pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik.Hal ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.
Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).
SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada sistem konvensional.
Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI.
Pada akhirnya, betatapapun banyaknya kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa penyesuaian budaya, kebijakan pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan secara luas terutama pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti di wilayah-wilayah Timur Indonesia.
b.Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi
Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan poin-poin tersebut ? Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut
Partisipatif ; sudah saatnya semua pihak, baik unsur pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A) memiliki dan mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat diharapkan terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah (Baca Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006).Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah kewenangannya bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.
Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses pemeliharaan pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid. Disini, dituntut koordinasi dan konsolidasi program antara 4 pemangku kepentingan pembangunan lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda sebagai motor pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya dari segi pemanfaatan, akan tetapi juga dari segi pembiayaan operasional dan pemeliharaan.
Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan sebagai pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya, disini dituntut pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan terstruktur serta dukungan program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan wewenang dan tanggung jawab Ditjen SDA dan Kehutanan.Dari segi teknis pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang mendukung azas pelestarian lingkungan hidup seperti menerapkan sistem pertanian terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode budidaya padi organik (melalui metode SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.
Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan ; poin ini merupakan hal yang gampang-gampang susah untuk dilaksanakan. Tidak ada kriteria yang jelas untuk memonitor realisasinya.Paling tidak kita dapat mengharapkan partisipasi masyarakat petani untuk dapat mengontrol ketiga poin tersebut. Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.

C.Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian dari Masa ke Masa
Sistem pertanian dari masa ke masa yang dibangun oleh berbagai generasi tentunya akan menghasilkan dampak positif bagi masyarakat, tetapi begitupun tentunya juga memiliki kekurangan yang timbul akibat kebijakan-kenijakan tersebut. Berikut akan dibahas beberapa hal yang menjadi kelebihan maupun kekurangan pembangunan sistem pertanian pada masa Orde Baru dan Masa Reformasi.

1.Kelebihan
a.Orde Baru
Terciptanya kestabilan ekonomi Indonesia dengan adanya REPELITA
Berkembangnya kemampuan petani dalam hal pengolahan lahan maupun produksi bahan pangan menjadi lebih modern
Terjadinya peningkatan produksi hasil pertanian yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari masalah kebutuhan pangan dengan menciptakan swasembada pangan
Terciptanya kualitas sumber daya manusia yang lebih kompeten dan menghasilkan
b.Reformasi
Pada program yang dijalankan pemerintah tentng program SRI dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit
Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat
Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah
Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi
Pada kebijakan tentang Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
Meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid
Semua pihak memiliki dan berkewajiban mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya
Proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan

2.Kekurangan
a.Orde Baru
Timbulnya kesulitan untuk mengatasi dampak dari kemajuan pengolahan tanaman yang lebih modern
Petani menjadi tertinggal kerena kurangnya penyuluhan pertaniankepada para petani,
terjadi keterbelakangan subsektor selain pangan dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan kemajuan dalam produksi tanaman pangan
b.Reformasi
Petani belum siap dengan beberapa kebijkan dari pemerintah yang dianggap terlalu sulit dan merepotkan
Dalam permasalahan irigai petani menjadi kebingungan akibat tidak memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem pembagian air

2.Solusi
Permasalahan yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut sebenarnya menjadi pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan bagaimana mencari solusi dari masalah tersebut.
Beberapa masalah yang tecipta dari masa Orde Baru maupun Reformasi sebenarnya memerlukan pemecahan yang cukup sederhana dan dapat dipahami dengan mudah oleh para petani agar dapat melakukan prodes produksi bahan pangan maupun hasi hortikultura yang dapat meningkatkan kemajun pertanian Indonesia.
Permasalahan tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk meningkatkan produksi padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi SRI yang mampu menghasilkan padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang sedikit. Hanya saja dalam penanaman padi SRI ini juga mengalami hambatan dengan kurangnya buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan sistem padi ini diakibatkan para petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan menjadikan kegiatan pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya pengembangan padi SRI menjadi solusi tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi bagi petani, hanya saja hal itu harus sejalan dengan kegiatan petani yang lebih fokus pada produktifitas tanaman-tanaman pangan.
Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Pada kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas tanaman pangan menuju swasembda pangan mengakibatkan permasalahan pada keterbelakangan produktifitas subsektor tanaman selain tanaman pangan seperti hortikultura.Seharusnya peningkatan produktifitas dari tanman pangan juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman hortikultura.





































BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pembangunan pertanian merupakan hal yang harus bagi setiap negara untuk terus memperbaharui produktifitas hasil buminya yang berupa tanaman, seperti tanamn pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsanya yang terus meningkan. Selain itu juga bisa menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara.
Pada masa Orde Baru presiden Soeharto giat melakukan pembangunan pertanian dengan melakukan beberapa kebijakan seperti REPELITA, Revolusi Hijau, BIMAS, INMAS, INSUS, dan Panca Usaha Pertanian untuk meningkatkan pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatana produktifitas tanaman pangna yang akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang yang menghasilkan cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk memberikan hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia seperti pembuatan areal irigasi maupun penemuan bibit-bibit unggul yang menghasilkan hasil terbaik dari sektor pertanian.

2.Saran
Pembangunan sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan yang cukup pesat bagi bangsa ini.Tapi pada beberapa persoalan terdapat hal-hal yang mengalami kekurangan yang mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan tidak seimbang.
Pada sistem pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem pertanian yang lebih tertinggal dari daerah lainnya hendaknya meningkatkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan bagi para petani.

Selain itu pembangunan areal irigasi hendaknya merata pada setiap daerah, begitupun dengan pengembangan sistem SRI yang dinilai cukup memberikan banyak keuntungan untuk diaplikasikan secara merata.

Mengenal Sayuran Indijenes

INDIJINES

Sayuran indijenes (indigenous) merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu.Sayuran ini biasanya ditumbuhkan di pekarangan rumah atau di kebun secara komersial dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga sendiri seperti dimasak menjadi sayur atau dimakan mentah (lalaban dengan sambal), atau dijual.Pada kenyataannya di Provinsi Jawa Barat sayuran indijenes telah memasuki pasar di rumah makan yang digunakan sebagai lalaban atau sayur.Banyak sayuran indijenes yang dapat berfungsi sebagai obat untuk suatu jenis penyakit.
Sayuran indijenes memiliki beberapa karakteristik yang cukup menjanjikan, antara lain dapat beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang relatif beragam, merupakan alternatif sumber protein, vitamin dan mineral. Secara tradisional tanaman tersebut sudah merupakan salah satu komponen pola tanam.         
Konservasi sumber daya genetik sayuran indijenes merupakan isyu penting pada saat ini, tetapi tantangan sebenarnya adalah bagaimana mengangkat potensi manfaat sayuran indijenes agar dapat sejajar atau bersaing dengan sayuran utama yang telah berkembang lebih dahulu.Pengembangan dan pengenalan sayuran indijenes perlu mendapat perhatian yang lebih besar mengingat kelompok sayuran ini masih cenderung terabaikan. Nilai komersial sayuran ini sebenarnya sangat menjanjikan, akan tetapi masih terbatas pada lokasi tertentu.
Secara garis besar Jenis sayuran indijenes dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
a. sayuran daun
b. sayuran buah
c. sayuran polong

Sebagai contoh sayuran daun indijenes adalah kenikir (randa midang, Sunda) (Cosmos caudatus), kemangi (surawung, Sunda) (Ocimum basilium), katuk (Sauropus androgynus), dan antanan (Centella asiatica).Cara perbanyakan sayuran tersebut melalui biji, kecuali katuk melalui stek dan antanan melalui anakan (sulur).
Beberapa contoh sayuran buah indijenes adalah paria (pare, Jawa) yang dikenal dengan bitter gourd (Momordica charantia), oyong (emes/ gambas) yang dikenal sebagai ridged gourd (Luffa acutangula), labu (leor Sunda) (Luffa acutangula), dan baligo (bligo, Jawa) (Benincasa hispida).
Beberapa contoh sayuran polong indijenes adalah kecipir (jaat) yang dikenal dengan nama wingbean/ atau goabean (Psophocarpus tetragonolubus), koro roay (ketopes, Sunda) (Dolichos lablab).



B. TANAMAN KECIPIR
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.) adalah tumbuhan merambat anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Pucuk dan polong mudanya dimanfaatkan sebagai sayuran.Di Sumatera dikenal sebagai kacang botol atau kacang belingbing (pantai barat Sumatera, dan Mnk), dan kacang embing (Palembang).Nama-nama lainnya adalah jaat (Sd.); cipir, cicipir, kěcipir (Jw.); kělongkang (Bl.), serta biraro (Manado, Ternate); kacang botor, k. botol, dan k. kumbotor (Ptk.). Dalam bahasa Inggris disebut sebagai Winged bean, Winged pea, Four-angled bean (mengacu pada bentuk buahnya); namun juga dinamai Goa bean dan Asparagus pea.

1.Pengenalan
Pelat botani menurut Blanco
Tumbuhannya merambat, memanjat atau membelit, membentuk semak yang menahun. Dalam budidaya biasanya diberi penyangga, namun jika dibiarkan akan menutupi permukaan tanah. Batangnya silindris, beruas-ruas, jarang mengayu, hingga 4 m panjangnya.Berakar banyak, dengan akar samping yang panjang, menjalar datar dekat permukaan tanah, sebagian di antaranya menebal, membentuk umbi.
Bunga dan karangan bunga
Daun-daun majemuk dengan tiga anak daun, duduk daun berselang-seling; daun penumpu bentuk bundar telur-lanset, panjang lk. 1 cm, tidak rontok; tangkai daun 3–12 cm, rakis 1,5–5,5 cm. Anak-anak daun berbentuk bundar telur hingga segitiga, 4–15 cm × 3.5–12 cm, membundar atau terpangkas di pangkalnya, meruncing di ujungnya; pertulangan menyirip, warna hijau. Bunga tipe kupu-kupu, dalam karangan berisi 2–10 kuntum yang tumbuh dari ketiak daun, tangkai karangan bunga 5–15 cm, rakisnya 1–10 cm, agak berbulu. Bunga berkelamin dua, bertangkai hingga 5 mm; kelopaknya dengan tabung sepanjang 4–6 mm, bertaju tidak seragam, hingga 2 mm, hijau hingga merah-ungu gelap; mahkota biru, biru pucat, krem, atau kemerahan, dengan bendera hampir bundar atau lonjong-lebar, hingga 4 cm × 3.5 cm, sayap-sayap dan lunasnya sedikit lebih pendek; benang sari 10, dalam dua tukal (9 + 1); bakal buah menumpang. Buah polong bentuk garis atau lonjong memanjang, berbentuk segiempat dengan sudut bersayap yang beringgit, 6–40 cm × 2–3,5 cm, berwarna hijau sewaktu muda dan menjadi hitam dan kering bila tua, berbiji 5–21 butir. Karena bentuknya yang bersayap mirip atau bahkan menyerupai sedikit dengan belimbing, di Sumatera tumbuhan ini dikenal dengan nama kacang bělingbing (Mink.). Bijinya bulat dengan diameter 5–10 mm, berwarna kuning, cokelat hingga hitam, kadang-kadang putih, kadang-kadang berbintik.

2.Kegunaan
Biji kecipir  tua, tidak dimasak
Nilai nutrisi per 100 g (3.5 oz)
Energi   1,711 kJ (409 kcal)
Karbohidrat        41.7 g
- Serat pangan   25.9 g
Lemak 16.3 g
- tak jenuh          2.3 g
- tak jenuh tunggal          6 g
- tak jenuh majemuk      4.3 g
Protein 29.65 g
Thiamine (Vit. B1)            1.03 mg (79%)
Riboflavin (Vit. B2)           0.45 mg (30%)
Niacin (Vit. B3)  3.09 mg (21%)
Asam Pantothenat (B5) 0.795 mg (16%)
Vitamin B6          0.175 mg (13%)
Folat (Vit. B9)     45 μg (11%)
Kalsium                440 mg (44%)
Besi        13.44 mg (108%)
Magnesium        179 mg (48%)
Mangan               3.721 mg (186%)
Fosfor   451 mg (64%)
Kalium  977 mg (21%)
Natrium               38 mg (2%)
Seng      4.48 mg (45%)

3.Polong kecipir muda siap disayur
Di Indonesia, kecipir umumnya ditanam untuk diambil buahnya yang muda, yang beserta pucuk dan daun-daun yang muda biasanya direbus untuk dijadikan penganan (misalnya untuk lalap, pecal, atau urap) atau dicampurkan ke dalam sayur. Menurut Rumphius, umbi akarnya dapat dimakan setelah direbus, namun umbi ini harus dipanen sebelum buah kecipirnya menjadi tua. Rasa umbinya ini mirip dengan bengkuang. Biji-bijinya yang tua (Sd. botor, Jw. cipir) dimakan sebagai kacang-kacangan setelah disangrai terlebih dulu.
Daunnya berkhasiat obat.Ekstrak daun kecipir pada masa lalu digunakan untuk mengobati mata yang bengkak dan sakit telinga.Daun kecipir yang diremas dan dicampur adas pulasari digunakan sebagai obat bisul.Biji dan daun mengandung flavonoid, saponin, dan tanin.
Kecipir tergolong tumbuhan penutup tanah dan pupuk hijau efektif karena pertumbuhannya sangat cepat dan termasuk sebagai pengikat nitrogen dari udara yang paling baik. Dalam budidaya, tidak diperlukan sama sekali pemupukan N.
Kandungan kimiawi
Biji kecipir memiliki kandungan protein yang tinggi (27,8-36,6%), demikian pula kandungan lemaknya (14,8-17,9%), yang menyerupai kandungan zat-zat itu pada kedelai. Biji tersebut juga mempunyai banyak kandungan fosfor, kalsium, dan magnesium. Kandungan kalsium tertinggi didapati pada daun-daunnya.Tumbuhan ini juga mengandung karbohidrat, vitamin C, beserta tocopherol sejenis antioksidan untuk membuat tubuh lebih banyak menyerap vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, dan air tentunya.

4.Asal-usul dan agihan
Para ahli berbeda pendapat mengenai asal usul kecipir; terutama karena tidak didapati jenis liarnya, semua merupakan jenis yang telah dibudidayakan.Keanekaragaman kecipir yang tertinggi didapati di Papua, wilayah perbukitan di timur laut India, serta di wilayah Burma yang bertetangga; sehingga diduga wilayah-wilayah itu merupakan pusat-pusat domestikasinya. Namun, menurut Setijati Sastrapradja, asal kecipir adalah berasal dari Indonesia dan Papua Nugini. Kecipir banyak didapati di Asia Tenggara dan menyukai tanah yang baik serta sinar matahari yang cukup.Tumbuh baik hingga pada ketinggian 1000 mdpl.Ditanam sebagai tanaman sampingan pada musim hujan. Pada tahun '80-an di Indonesia, kecipir dipakai sebagai tanaman sela di antara tanaman pekarangan. Petani-petani ini sadar akan nilai tinggi kecipir, tapi karena pemasarannya tidak seramai kubis dan kangkung, akhirnya tumbuhan ini tidak terlalu diusahakan secara komersial. Sebagian pakar menduga bahwa kecipir diturunkan dari jenis-jenis Psophocarpus yang lain dari Afrika (misalnya P. grandiflorus atau P. scandens); sementara pakar yang lain beranggapan bahwa kecipir berasal dari jenis liar Asia yang kini telah punah.
Pada tahun '60an, kecipir dipromosikan secara internasional sebagai tanaman serbaguna.Kini jenis polong ini ditanam di berbagai wilayah tropis dan ugahari di dunia. Pada tahun 1980, penelitian kecipir sudah mulai berkembang terutama pada negara berkembang dan Indonesia sendiri, menurut Sastrapradja dkk., "Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara yang menangani penelitian kecipir, bahkan menyediakan bibit bagi negara-negara lain yang memerlukannya."
Secara fisiologi, kecipir sangat sensitif dengan frost. Selain itu, ia adalah tumbuhan hari pendek, hanya berbunga jika panjang hari kurang dari masa kritis (untuk kecipir 12 jam). Bijinya tertutup cangkang keras, sehingga kadang-kadang diperlukan perendaman untuk mempercepat perkecambahan.
Apabila hendak menanam kecipir, lebih baik ditanam pada akhir musim hujan.Ditanam pada akhir musim hujan karena sudah bisa berbunga pada musim kemarau. Apabila ditanam pada musim hujan, kecipir akan mengeluarkan daun saja secara-terus menerus dan baru akan berbunga 9 bulan kemudian. Akibatnya, pertambahan jumlah bunga terganggu dan buahnya terdesak. Bijinya ini ditanam di atas tanah yang sudah diolah menjadi bedengan sebagaimana mestinya dengan jarak tanam 60 × 30 cm. Dalam usia 8 hari, biasanya kecipir akan berkecambah. Apabila sudah dewasa, berilah tongkat sebagai tempat untuk merambat.
Kecipir diperbanyak pada awal musim hujan, dan berbunga pada 7-8 minggu setelah ditanam untuk jenis genjah, dan setelah 3-4 bulan bagi yang lambat berbunga.Polong muda dapat dipetik pada 10-11 minggu buat jenis genjah.Pembudidayaan tumbuhan ini masih dilakukan secara sederhana pada awal 1980.
Kecipir adalah sejenis sayuran yang dimanfaatkan buahnya untuk dimakan.Sayuran ini termasuk jenis sayur yang pohonnya berbentuk perdu.Selain mengandung serat yang cukup, kecipir juga mengandung mineral yang baik untuk tubuh.Pada dasarnya kecipir dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kecipir berbunga biru dan berbunga putih. Kecipir berbunga biru adalah jenis kecipir yang mempunyai biji besar dan memiliki panjang buah antara 15 – 20 cm. Kecipir berbunga putih adalah jenis kecipir yang mempunyai biji kecil dan panjang buah antara 30 – 40 cm. Cara menanam kecipir sangat mudah, lahan yang diperlukan juga tidak menuntut tingkat kesuburan yang tinggi. Jika Anda tertarik melakukan budidaya,

5.Penanaman dan Pembudidayaan Buah
Lahan tanam yang akan ditanami kecipir diberikan pupuk kandang/kompos 1-2 minggu sebelum di tanami. Setelah itu lahan dicangkul atau dibajak agar tanah menjadi gembur dan pupuk dasar bisa tercampur rata.Kemudian lahan dibuat bedengan memanjang sesuai luas lahan.Setelah itu buat lubang berjarak 1-2 m untuk lubang tanam kecipir.Kemudian tanam bibit pada lubang-lubang yang tersedia, untuk setiap lubang isi dengan dua benih kecipir.Siram secara rutin tiap pagi dan sore hari terlebih saat masa tanam awal.Penanaman kecipir tanpa melalui pembenihan sehingga benih kecipir yang sudah siap tanam ditanam pada lubang tanam. Beri ajir setinggi 2 m pada saat tanaman sudah tumbuh 10 cm. Lakukan pemupukan pada usia tanam 1 bulan dan ulangi di bulan yang berikutnya. Pantau keadaan tanaman dan siangi secara berkala. Hindarkan dari hama dan penyakit yang mungkin menyerang tanaman, gunakan pestisida untuk membasminya. Masa panen kecipir buah adalah 3-4 bulan setelah masa tanam.

6.Penanaman untuk budidaya benih
Selain dapat dijual buahnya untuk dikonsumsi, kecipir juga dapat dijual sebagai benih. Pada dasarnya juga sama seperti penanaman untuk konsumsi buah, hanya saja ada perlakuan khusus yaitu dengan penjarakan dan penyeleksian. Penjarakan betujuan untuk melakukan penanaman secara terpisah agar tidak terjadi penyerbukan silang. Meskipun pada dasarnya kecipir menyerbuki dirinya sendiri, akan tetapi penyerbukan silang bisa terjadi lewat serangga. Sedangkan penyeleksian adalah proses pemilihan bibit yang baik dari setiap pohon dan membuang bibit yang kurang baik untuk dijadikan bakal benih. Selanjutnya benih bisa dipanen saat polong sudah berwarna kecoklatan dan berusia tanam sekitar 120 hari setelah tanam. Memanennya cukup dipetik dan disimpan ditempat kering dengan sebelumnya dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya sekitar 8.0 – 10.0 %. Rata-rata jumlah biji dalam polong berkisar antara 5 – 17 biji.